17.2.25

alexithymia (2)

Di tengah-tengah perkebunan teh, ketika sinar matahari sedang terik-teriknya menyinari dunia, aku termenung sejenak melihat hamparan perbukitan di depanku. Jelas-jelas pemandangan di depan sangat indah dan cantik, namun aku bertanya-tanya: Apa yang aku lakukan disini? Mengapa aku terdampar bersama orang-orang yang hanya kuketahui namanya saja?

Aku melihat seseorang di depanku, ia menatap diriku yang sedang berjuang mengumpulkan nafas setelah mendaki bukit terjal itu. Entah apa yang ada dikepalanya, dengan random-nya ia bertanya kepadaku, "Hari ini Kak Nadya bangun dengan perasaan seperti apa?"

Panas matahari itu kini terasa lebih menyengat. Kepalaku terasa sedikit berputar. Namun kali ini aku ingat, aku hanya tertawa kecil dan tidak memberikan jawaban apa-apa atas pertanyaan itu. Pertanyaan itu sebenarnya sederhana saja bukan? Mengapa aku membuatnya rumit? Aku kembali merasakan perasaan yang sama ketika ketua kelompok kerjaku bertanya, "Tapi happy, kan?" tepat pada hari ulang tahunku tahun lalu. Jenis pertanyaan yang aku tidak tahu kalau pertanyaan macam itu ternyata eksis di dunia ini.

Pertanyaan itu terngiang-ngiang lama sekali dikepalaku setelah si penanya menanyakannya padaku, "Hari ini Kak Nadya bangun dengan perasaan seperti apa?" Aku jadi bertanya-tanya, mungkinkah pertanyaan-petanyaan itu datang padaku hanya karena kebetulan? Aku rasa tidak. Meskipun aku juga penasaran dengan perasaan yang kurasakan subuh tadi ketika bangun tidur, aku tidak tahu bagaimana caranya mengulik dan menanyakan hal tersebut pada diriku sendiri. Tenyata pertanyaan itu sudah menghantuiku bahkan sejak sebelum aku bertemu dengan penanyanya.

Sejujurnya aku terbangun dengan perasaan yang aneh: campuran tidak nyaman dan merasa tegang, namun pada saat yang bersamaan juga merasakan nyaman dan sedikit ketenangan. Pada akhirnya, aku seperti air saja, mengalir mengikuti saja alurnya, kupasrahkan semuanya mengenai apa yang akan terjadi pada diriku hari ini. Aku ingin cepat-cepat pulang, namun juga ingin sedikit lebih lama bisa memandang hamparan bukit-bukit di depanku ini. Perasaan-perasaan yang saling beradu, bertolak belakang.

Aku terdiam, di puncak bukit yang penuh dengan bunga-bunga berwarna merah muda di antara tunggul-tunggul pohon teh yang baru dipangkas. Menyaksikan si penanya yang kini sudah berjalan menuruni bukit itu bersama dengan orang-orang lain yang hanya kuketahui namanya saja.



No comments:

Post a Comment