14.8.15

Lim...?

Hujan. Selalu hujan dikala dirimu memintaku untuk bertemu. Entah mengapa, selalu hujan. Dan entah mengapa pula, selalu aku yang kehujanan. Sementara dirimu sudah tiba di tujuan dan menunggu diriku datang.

Basah kuyup, kedinginan. Jaketku pasti selalu basah. Oh, dan aku tak pernah mengerti mengapa kamu tak pernah meminjamiku jaketmu. Baru hari ini saja, itu juga cuma sebentar. Untung saja senyumanmu begitu hangat sehingga aku selalu lupa akan rasa kedinginanku.

Ah sudahlah, lupakan masalah hujan dan jaket itu.

Aku selalu ada jika kamu butuh pertolongan. Demikian pula, kamu juga selalu ada jika aku butuh sesuatu. Namun aku selalu mengikuti jadwalmu, 'aku harus pergi setelah jam 3', 'aku ada urusan sebelum jam 5'. Sebaliknya dengan dirimu. Kamu pasti mengeluh bila aku harus pergi lebih awal. Apalagi jika aku sudah menyebutkan kata kunci itu, "pulang".

"Aku harus pulang sekarang."
'Jangan pulang sekarang.'
"Mengapa?"
'Jangan.'
"Tapi aku benar-benar harus pulang."
Di ambilnya tas kecil dari genggamanku. 'Kalau begitu tak kuberikan tasmu supaya kamu tidak bisa pulang.'
"Ah, tasnya cuma kamu pegang. Kalau aku ambil juga bisa."
'Memangnya kenapa, sih? Mengapa kamu sering meminta pulang ketika aku membutuhkan dirimu?'

Aku bingung. Entahlah. Dulu aku yang selalu mengambil tasmu. Dulu aku yang selalu menanyakan itu padamu. Kamu juga pada akhirnya menanyakan itu juga. Harus kujawab apa? Jujur? Atau kututupi saja? Tapi aku sudah tak ingin menutupi ini semua.

"Kalau kamu jadi rumahku, mungkin aku tak akan pergi lagi." Matamu yang berwarna coklat tua menatap mataku.
"Ah, tapi kamu, kan, sudah menjadi rumah untuk yang lain."

Kemudian aku menyambar tasku dari tanganmu, dan beranjak pulang ke rumah. Meninggalkan dirimu dengan pertanyaan-pertanyaan yang kini hanya bisa dijawab oleh kekosongan.

Sial, aku memang hanya berani mengatakan itu pada diriku sendiri.


No comments:

Post a Comment