14.3.16

Elektron

Belakangan ini ada banyak suara dalam kepala. Sebenarnya aku tidak yakin, apakah benar suara itu datang dari kepala ini?

Ada yang sedih.
Ada yang senang.
Ada yang minta makan melulu dan membuat tubuh ini makin tak berbentuk.
Ada yang memanggil-manggil namaku. Mengajukan banyak pertanyaan dan melontarkan banyak pernyataan.

Apa effort-mu? Sudah semester empat.
Gimana perijinan gedung?
Peta udah di salin ke kalkir?
Udah belajar? Besok UTS geofis 10 ppt, 50 soal.
Tiga minggu lagi kita nanjak. Jogging, ya!
Coklat. Pokoknya habis dari Dekanat lo harus beli coklat.
Kak aku ngga bisa dateng, gimana dong?
Tolong jaga bebi jam 5 sore.
Gue butuh lo ngundang Kepala Departemen untuk acara besok jam 4 sore, ya.
Ajarin gue prak metkuan, dong.
Kamu hari ini pulang atau ngga?
Kasi tau caang untuk revisi laporan sama poster.
Ngga ada Data Interoperability di ArcMap gue, mungkin tugas ini ngga seharusnya dikerjakan.

Lalu suhu tubuh memaksa air raksa naik menyentuh tick mark berangka 39. Kalimat Pak Sobirin mendadak masuk dalam pikiranku.

"...bayangkan kalau Bumi berhenti berputar barang semenit saja, barangkali kita semua jatuh, tidak bisa berdiri..."

bukan itu yang aku bayangkan. Apa jadinya..... kalau ternyata Bumi dan planet-planet lain di tata surya hanyalah elektron-elektron dan matahari hanyalah sebuah inti atom. Ada kehidupan yang jauh lebih besar..... lalu atom yang kita pelajari itu ternyata sebuah tata surya yang punya kehidupan seperti di Bumi......

dor!

Entah dari mana petasan itu tiba-tiba meledak pecah diatas atap rumah. Suaranya nyaring. Dadaku terasa sesak, katanya itu karena dingin malam. Bukan karena sakit hati. Kelelahan.

Lelah fisik. Lelah mental. Aku memang payah.
dia bilang: sebuah tugas... tak pernah jatuh di pundak yang salah...
namun bagaimana jika begini: tugasnya yang salah. Atau ternyata pundaknya tepat, tapi pemilik pundaknya yang tidak tepat.

Ia hanya menatapku hampa sambil mengedikkan bahu, lalu pergi mencari sebotol minuman ringan.

No comments:

Post a Comment