23.3.17

Lost

Hari ini ujian salah satu matakuliah, yang sepanjang setengah semester ini tidak jelas belajar apa. Namun ketika aku tiba di ruang ujian, semua orang memegang catatan mereka. Dengan bingung, aku menatap mereka.
"Lah lo ngga tau, Lim? Ujian ini, kan, open notes."

Apa yang mau di open kalau sepanjang kuliah saja tidak tahu apa yang perlu di note? Yah, jadi aku tidak punya catatan seperti orang-orang lain. Dan seperti biasa, aku duduk di depan. Bukan karena ambisius, namun duduk di depan itu paling strategis: bisa open yang lain selain notes yang tidak kumiliki itu. 

Lalu tiba-tiba Los datang dan duduk di sebelahku. Aku terkejut bukan main. Jarang kuliah, tahu-tahu ia datang begitu saja saat ujian. Salah kelas pula, aku tahu karena semester ini kami hanya ada satu kelas sama, dan itu bukan kelas ini. Aku ingin bilang bahwa ia salah kelas... tapi, ah, masa bodoh. Lembar jawaban dan soal pun dibagikan. Kulihat Los langsung menuliskan namanya.

Tiba-tiba dosen di depan berkata, "Yak, yang bukan seharusnya disini, cepat pindah ke sebelah".

Lantas ia menoleh padaku,
"Emang ini kelas yang mana?"
'Ini kelas jam satu.' sahutku.
"Gue juga jam satu." jawabnya pede sekali. Aku hanya menatapnya bingung.
'Ini kelas jam satu...' ujarku lagi.
"Ehiya deng gue jam tiga. Kelasnya dimana?"
'Ntu di seberang'.

Memang, terlalu lama tidak kuliah sepertinya, sampai lupa kelas sendiri. Sudah lama aku tidak melihat Los. Sekarang sudah macam legenda saja, tidak pernah kelihatan di kampus, namun namanya masih ada.

'Kemana aja dah lu? Ngga pernah kelihatan' sapaku setelah ujian berakhir. Bisa dibilang sebenarnya aku menghentikannya di tangga. Tapi ah masa bodohlah, aku cuma ingin tahu kabarnya.
"Haha, ngga kemana-mana padahal." jawab Los santai.
'Terus, habis ini lo mau cabut?' tanyaku. Tapi sepertinya aku terlalu canggung:( sedih ih:( sehingga Los tidak paham dan malah bertanya:
"Cabut kemana?"
'Gue nanya, habis ini lo mau balik?' tanyaku, memperjelas pertanyaan canggung yang sebelumnya.
"Iya, udah ngga ada apa-apa gue." jawabnya. Kami lalu saling melambaikan tangan.

Aku masih duduk disamping tangga, sementara ia sudah ngacir turun tangga lebih dulu. Diam-diam aku harap ia tidak lagi sering-sering menghilang seperti ini. Baru setengah semester saja absennya sudah banyak, bagaimana kalau ia nanti tidak bisa ikut ujian akhir? Yah, semoga saja tidak aneh-aneh.

No comments:

Post a Comment