29.8.17

Lost

Aku melangkah turun dari gedung itu tanpa perasaan yang pasti. Ku lihat langit: berawan, mendung. Bisa-bisanya ada hari mendung di tengah musim panas seperti ini. Padahal aku baru saja ingin pasang status: Terlalu indah melewatkan cuaca secerah ini dengan berdiam diri di dalam kelas. Cuaca cerah? Itu kemarin. Di saat aku menyempatkan diri menatap Gunung Salak di kejauhan yang melambaikan tangan padaku. Agak sedih karena perkuliahan ini harus di mulai saat musim panas cerah, dimana seharusnya aku masih bisa jalan-jalan ke tempat lain.

Aku melangkah turun dari gedung itu. Perasaanku tambah kacau balau. Tidak hanya karena mendung. lebih kepada... intuisi akan sesuatu hal yang lain, mungkin.

"Ke kantin, yuk?" ajak Mir padaku. Ah, boleh juga. Melepas penat setelah kelas. Sekalian, aku ingin melihat mahasiswa baru dengan wajah penat mereka akan tugas-tugas orientasi. Namun, mengapa kini aku melangkah kesana dengan perasaan yang semakin amburadul?

Perasaan itu akhirnya bertemu dengan algojonya, kala kulihat Los duduk di salah satu kursi di kantin. Wajah itu, senyum itu. Kaus berkerah warna coklat bata yang dulu sering Los kenakan itu. Tak ada yang berubah dari diri Los. Mendadak muncul lagi seperti tanpa ada beban apapun. Aku kira, aku tak akan lagi pernah bertemu dengannya. Aku kira, Los benar-benar sudah ditelan bumi.

"Aku duluan ke kelas, ya." ujarku pada Mir setelah selesai membeli apa yang ingin kubeli. Aku... entah mengapa tidak ingin Los menyadari keberadaanku. Aku tidak ingin.

Aku melangkah naik ke gedung, ke kelasku selanjutnya dengan perasaan yang tidak pasti. Aku sedikit terkejut ketika bangku kelas itu ternyata berwarna senada dengan baju yang tadi Los kenakan. Ugh aku benar-benar berharap aku tidak sekelas dengannya. Aku segera memilih bangku paling belakang, tahu kalau ini kelas besar, dan nampaknya duduk dibelakang main ponsel seru juga.

Aku terlalu asik main ponsel sepertinya, haha keterlaluan memang, bahkan dari sebelum masuk kelas pun aku sudah tenggelam di dunia lain sendiri. Sehingga akhirnya aku kaget bukan main ketika menyadari bahwa tiba-tiba Los duduk tepat di depanku. Hah, memang seharusnya aku tahu kalau firasat burukku ini benar-benar bisa diandalkan. Astaga, apalagi ini? Satu semester ada satu kelas lagi yang sama?

up date: aku satu kelompok dengan Los di kelas ini. Terima kasih banyak kepada takdir yang sukses membuatku gagal move on.

No comments:

Post a Comment