26.3.19

lelah dan bingung

Kini aku duduk di dalam mobil elf jurusan Jakarta-Bandung yang melaju 100 km/jam. Setelah berkali-kali bolak-balik Jakarta-Bandung dengan travel, baru sekali ini aku duduk di depan: di samping Pak Kusir. Melihat lampu-lampu mobil dari arah berlawanan yang bermunculan dan hilang kembali, merasakan ketegangan mobil-mobil yang saling menyalip di depan.

Saat travel ini masih terjebak macet di dalam kota, aku sudah membayangkan rasanya bila sudah masuk tol, bengong-bengong menatap horison jalan. Dan merasa sangat bahagia ketika travel ini sudah memasuki jalanan arah tol. Ketika itulah lagu Suicide Saturday dari Hippo Campus mengalun.

oh, don't you wait now

Akhirnya aku mulai mengetik. Atas dasar gugahan seorang kawan lama. Seorang kawan lama yang nampaknya membangun dinding tebal karena kami kini berbeda "kasta". Aku sudah pernah mengenalnya, namun kini terasa asing.


Tujuanku ke Bandung sebenarnya bukan untuk bertemu dengannya. Namun siapa sangka ia kebetulan menjadi pemateri sebuah kegiatan penulisan jurnalistik yang kuikuti. Aku ingat ia memanggilku untuk meresume kegiatan hari sebelumnya, ketika hari masih pagi dan pikiranku masih berada di balik selimut tempat tidur semalam. Untungnya aku tak tergagap.

Ia bilang kalau ia percaya aku mampu mengutarakan resume kegiatan kemarin karena telah membaca tulisanku. Naon? pikirku saat itu. Kemudian ia bilang tulisanku bagus. Ya, sebelum ikut kegiatan ini, peserta harus mengirimkan contoh tulisan mengenai apa saja. Percaya tidak percaya, tulisan yang ia bilang bagus itu hanya selembar ukuran A4 (peserta lain ada yang sampai 12 halaman, dengan tambahan foto) dan kukerjakan terburu-buru dalam waktu 15 menit karena sudah hampir deadline.

Semua keanehan dan kecanggungan itu... tak mengapa, yang penting ia benar-benar sangat menginspirasi dan akhirnya berhasil menggugah diriku untuk kembali menulis.

Jalan tol saat itu masih lengang. Ujung jalanan itu gelap tanpa lampu jalanan. Lalu lagu berganti menjadi Sejuta Kabut. Aku seketika jadi teringat, hari ini salah satu pelatihku meninggal dunia karena sakit paru-paru.

Kemudian tiba-tiba pikiranku bercabang kesana kemari: seleksi S2, organisasi, keluarga, omongan orang, materi untuk presentasi, rumah sakit, seorang teman, rasa gatal di kaki, pekerjaan, status teman-temanku yang kini sudah mulai married satu per satu... Sama seperti mobil-mobil yang silih berganti, pikiran-pikiran itu cepat sekali melaju, datang dan pergi, lewat sekejap mata.

Berganti lagi, kini lagunya berjudul Starlight yang dibawakan oleh Jai Wolf. Pas sekali sedang gerimis. Tetes-tetes kecil air di kaca depan yang terhantam sinar mobil dari arah sebaliknya terlihat seperti bintang-bintang dengan latar belakang jalanan malam yang gelap. Sesekali tersapu wiper mobil, namun dengan cepat membentuk "langit baru".

Tetes kecil air gerimis itu mengingatkanku pada banyaknya manusia. Terhapus begitu saja dan penggantinya sama saja bahkan lebih banyak. What am i between millions of people?

#NP Way Out There by Lord Huron. Mengingatkanku pada banyaknya perjalanan yang telah aku lalui. Dan salah satu bagian favoritku ketika sedang perjalanan adalah ketika sedang berada di kendaraan. Melihat jalanan dan pemandangan. Bertemu orang-orang baru yang kadang menawarkanku makanan atau bercerita tentang hidup mereka: dari mana mereka datang, mau kemana mereka, dan mengapa mereka pergi ke suatu tempat, dll.

Aku jadi rindu diriku yang lama. Yang mampu berkelana seorang diri dan... yah... setidaknya nyaman dengan apa-apa yang aku lakukan. Ugh... i wish i can turn back time...

Yah, berada di kendaraan seperti ini, berpindah dari satu kota ke kota lain, kadang membahayakan juga karena pikiran liarku akan ikut berjalan-jalan entah kemana. Aku hanya berharap, kali ini pikiranku tidak brutal dan semoga apapun pilihan yang kuambil... semoga tidak menyesatkan...


-sebuah tulisan yang nggak ada juntrungannya-
Jalan Tol Cikampek, 17 Maret 2019

No comments:

Post a Comment